by
Irham Fachreza Anas
member of Sharia Business Intelligence
Bolehkah kita membuka tabungan di Bank Konvensional
?
Sebagaimana tulisan terdahulu https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/10/antara-riba-bunga-bonus-dan-bagi-hasil.html
Fatwa Dr. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh mungkin muncul dari kondisi yang dialami si Penanya karena kesulitan (masyaqqah) menemukan fitur yang dibutuhkan pada tabungan Syariah,
ataupun keadaan yang
memaksa (dharûrat) sehingga ia harus tetap
membukan Tabungan Konvensional. Penulis berkeyakinan bahwa“Islam adalah agama kasih sayang, dalam keadaan darurat tertentu untuk hal yang
khusus dapat mengakibatkan perubahan status hukum dari perbuatan mukallaf”.
“Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis transaksi riba dan dua saksi yang
menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau,“Semuanya
sama dalam dosa.” [Hadits riwayat Muslim]
Hadits dari Jabir radhiallâhu anhu mengabarkan kita bahwa Rasûlullâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam melaknat
orang-orang yang menjadi pendukung langsung ribâ ; pemakan ribâ,
pemberi ribâ, pencatat ribâ dan saksi ribâ. Pemakan ribâ dialah orang yang umumnya memanfaatkan ribâ ;
untuk selain makan (konsumsi) dosanya
sama saja dengan makan ribâ. Pemberi ribâ juga berdosa,
sebab tidak dapat dihasilkan ribâ kecuali dari Si Pemberi
Ribâ. Si Pencatat dan Saksi juga berdosa karena
dialah yang membantu terjadinya ribâ. [al-Shan
âni, Jil 3, hal 49].
Dalam Jâmi’ al-Shoghir
wa Ziyadâtuh karya Muhammad Nashiru al-Dîn Albani (Jil. 2 hal 907) terdapat redaksi hadits yang berbeda yaitu Allâh subhânahu
wa ta’âla melaknat orang-orang
yang menjadi pendukung langsung ribâ.
Hadits Pertama :
Hadits Kedua :
Seorang muslim yang tidak memiliki alasan
syar’i membuka tabungan konvensional dengan menghapus pasal bunga, bukanlah Pemakan
Ribâ. Sebab, ia tidak mengambil/memanfaatkan bunga (ribâ). Ia juga tidak masuk kategori Pemberi Ribâ, sebab
umumnya ‘ulama mengartikan Pemberi Ribâ
sebagai nasabah kredit.
Renungkanlah
2 (dua) kutipan ‘ulama di bawah ini :
Dr
Setiawan Budi Utomo hafizhahullâh (Fiqh Aktual , hal 80-81) :
“…Barangsiapa
keadaan terpaksa, seraya dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula
melampaui batas, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun Maha Penyayang
(al-Baqarah : 173). Di samping itu, sesuatu yang dibilang darurat bila telah
tersedia alternatif pengganti betapapun jumlah dan skalanya berbeda seperti
bank syariah yang menjadi alternatif dari bank konvensional, maka alasan darurat batal demi hukum…”.
“---*** dan Bank Syariah ******* telah
memberikan layanan ATM yang mudah dapat diakses di berbagai tempat ATM sehingga
semakin menghilangkan faktor kesulitan menggunakan jasa perbankan syariah.”
Prof.
KH. Ibrahim Hossen rahimahullâh
(Materi Dakwah Ekonomi Syariah – PKES, hal 65) :
“…Pengertian darurat yang dikendaki dalam
dunia hukum Islam, yang rumusannya sbb ; Sampai seseorang pada batas suatu
kondisi yang apabila orang itu tidak melakukan hal-hal yang dilarang makan akan
binasa (rudak atau mati) atau mendekatinya”
“Masa berlakunya darurat harus
dibatasi/diperkirakan sesuai dengan batas-batas/ukurannya”
Suatu ketika dalam kelas khusus (+
di tahun 2010) Dr. Arie Mooduto rahimahullâh memberi nasehat lebih kurang
sebagai berikut “seluruh kegiatan yang mendukung langsung
maupun tidak langsung bank ribawi masuk (hadits tentang laknat) itu, yang punya udzur berazamlah yang kuat
dalam hati untuk keluar, sambil terus beristighfar semoga Allah memberi jalan
dan kemudahan”.
Sumber
dana untuk membiayai operasi Bank dalam rangka menghasilkan bunga
dan
fee
based terbagi menjadi 3 (tiga) ; i) sumber dana
dari Bank itu sendiri (baca ; Dana Pihak
Pertama) seperti setoran modal, cadangan laba, dan laba yang
belum dibagikan. ii) Dana yang
bersumber dari lembaga lain (baca : Dana Pihak Kedua) seperti pinjaman antar
bank, pinjaman dari regulator dalam rangka penyehatan bank, dll serta iii) dana
yang bersumber dari masyarakat (baca : Dana Pihak Ketiga) dalam bentuk Simpanan
Giro, Simpanan Tabungan dan Simpanan Deposito.[Kasmir - Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, hal 63-64].
Berikut
kaidah fiqh yang berkaitan dengan analisis topik ini :
“Perantara akan mengikuti hukum sesuatu
yang menjadi tujuannya” [Sejarah
Qawaid Fiqhiyyah - Dr. Ahmad Sudirman Abbas hafizhahullâh hal,
152]
“Apa saja yang menjadi perantara
(media) terhadap perbuatan haram, maka haram pula hukumnya” [Fatwa DSN-MUI No. 83/DSN-MUI/VI/2012]
Tujuan dari kegiatan operasi bisnis Bank adalah menghasilkan keuntungan dari pem-bunga-an
uang yang telah dihukumi ribâ oleh sebagian besar
‘ulama tingkat Nasional dan Internasional,
lainnya adalah fee based.
Kegiatan operasi ribawi tersebut, tidak akan berjalan tanpa
memanfaatkan sumber dana pihak ketiga. Pada skema committed loan, Bank tidak dibenarkan secara hukum menolak permohonan pencairan kredit kepada Nasabah dengan alasan kondisi likuiditas menurun.
Seorang muslim yang tidak memiliki alasan syar’i yang membuka tabungan konvensional dengan menghapus pasal bunga, merupakan pihak yang ambil bagian dalam menyediakan sumber dana untuk kebutuhan pencairan kredit. Di hadapan Pemakan Ribâ dan Pemberi Ribâ, ia menjadi investor perantara ketersediaan dana untuk transaksi ribawi layaknya manzilah baina manzilatain. Tidak akan terjadi transaksi ribawi kecuali dengan kehadirannya. Atas dasar keterkaitan inilah orang yang tidak memiliki alasan syar’i itu dapat disebut Investor Ribâ yang berdosa.
Seorang muslim yang tidak memiliki alasan syar’i yang membuka tabungan konvensional dengan menghapus pasal bunga, merupakan pihak yang ambil bagian dalam menyediakan sumber dana untuk kebutuhan pencairan kredit. Di hadapan Pemakan Ribâ dan Pemberi Ribâ, ia menjadi investor perantara ketersediaan dana untuk transaksi ribawi layaknya manzilah baina manzilatain. Tidak akan terjadi transaksi ribawi kecuali dengan kehadirannya. Atas dasar keterkaitan inilah orang yang tidak memiliki alasan syar’i itu dapat disebut Investor Ribâ yang berdosa.
Bagi muslim yang memiliki alasan syar’i dan telah membuka tabungan dengan menghapus
pasal bunga, penulis
hanya bisa menghimbau, pindahkan dana seluruhnya ke Tabungan Syariah. Jika
memang tidak menemukan fitur transaksi yang dibutuhkan pada tabungan syariah melainkan hanya ada di konvensional, maka pindahkanlah dana secukupnya untuk keperluan transaksi tersebut.
“Jika seseorang
sangat butuh membuka rekening di Bank Konvensional karena gajinya ditransfer
oleh perusahaan ke rekening di Bank Konvensional maka hukumnya diberi keringanan
dengan syarat, setelah uang masuk ke rekening sesegera mungkin menariknya dan
jika diberikan bunga oleh Bank, bunga tersebut adalah riba yang wajib ia
bebaskan dari hartanya dengan cara menyalurkannya untuk kepentingan sosial” [Dr. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh dalam Harta Harta Muamalat Kontemporer , hal 409].
Silahkan
merujuk pada Makalah Kaidah Fiqh Ekonomi Islam Tentang Dharurat dalam Industri
Finansial - Inti Sari dari Majallah al-Ahkâm al-‘Adliyyah Buku 1 karya Ustadz Agustianto
Mingka, MA hafizhahullâh.
Wallâhu a'lam
Wallâhu Muwaffiq ila Aqwam al-Tharîq
baca juga :
Bank Syariah Dihujat
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/bank-syariah-dihujat.html
Sohib dan Solmed Punya Cerita
https://irham-anas.blogspot.com/2018/11/sohid-dan-solmed-punya-cerita.html
Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/cahaya.html
Sharia Business Intelligence
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/sharia-business-intelligence.html
baca juga :
Bank Syariah Dihujat
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/bank-syariah-dihujat.html
Sohib dan Solmed Punya Cerita
https://irham-anas.blogspot.com/2018/11/sohid-dan-solmed-punya-cerita.html
Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/cahaya.html
Sharia Business Intelligence
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/sharia-business-intelligence.html
Comments
Post a Comment